Bapermades

Bapermades
Jl. Menteri Supeno 17 Semarang

Kamis, 21 Oktober 2010

PEMPROV JATENG SUKSESKAN GKPM EXPO DAN AWARD 2010


Dalam rangka efektifitas program PNPM Mandiri, upaya-upaya mendorong dan meningkatkan pemahaman program serta mewujudkan pelaksanaan program secara lebih sistematis, terkoordinasi dan sinergi, perlu dilakukan sosialisasi hasil-hasil pelaksanaan program PNPM Mandiri dengan berbagai pemangku kepentingan di tingkat nasional dan regional ASEAN.
Melalui sosialisasi ini diharapkan para pemangku kepentingan penanggulangan kemiskinan dapat berperan lebih aktif dalam meningkatkan sinergitas lintas pelaku antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga swdaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok peduli kemisikinan melalui pendekatan yang efektif dalam wujud Gelar Karya Pemberdayaan Masyarakat (GKPM) Expo dan Award 2010 yang diselenggarakan pada 21-24 Oktober 2010 di Jakarta Convention Center.
Agenda strategis ini bertujuan sebagai ajang sosialisasi sekaligus edukasi kepada seluruh masyarakat mengenai kinerja dan prestasi seluruh stakeholders, terutama Pemerintah Daerah, Kalangan Dunia Usaha, Perbankan, LSM, Perguruan Tinggi dan Elemen Masyarakat lainnya dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Exhibisi ini menampilkan pameran bisnis dan produk, seminar nasional PNPM Mandiri, CSR Summit, gelar seni dan budaya serta penganugerahan penghargaan GKPM Tahun 2010. Gelar tersebut rencana dibuka oleh Wakil Presiden RI, tanggal 21 Oktober 2010.
Dalam kerangka penting ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sepenuhnya mendukung dan berpartisipasi pada Gelar Karya tersebut dengan menampilkan produk UMKM yang berasal dari binaan :
1.     Bapermades Prov. Jateng mengusung produk PNPM Mandiri Pedesaan berupa batik
2.     Dinas Koperasi dan UKM Prov. Jateng menampilkan produk tenun troso
3.     Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jateng mengangkat bentuk produk tenun ikat
4.     Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Prov. Jateng memamerkan produk photo-photo kegiatan terkait. 
**Kontributor – Bapermades Prov. Jateng_Marjono

Minggu, 17 Oktober 2010

PENTINGNYA CAPACITY BUILDING KELEMBAGAAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA


            Ketika UU 32 dan 33/2004 disyahkan, masyarakat memasuki fajar baru. Perombakan besar-besaran, tak sekadar revisi terhadap UU tersebut telah menghantarkan kita ke lembah desentralisasi. Ibaratnya, ia telah memekarkan otonomi sepenuhnya pada masyarakat bahkan sampai level desa yang sedang membangun.
Salah satu institusi yang menjadi ujung tombak upaya pemasyarakatan dan pemanfaatan serta pendayagunaan teknologi tepat guna pada level Kecamatan adalah Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna (Posyantek), dan Warung Teknologi Tepat Guna (Wartek) di aras Desa/Kelurahan. Kita seolah terkesiap bahkan pada tataran kontemplasi, mengapa institusi yang sudah berusia tak kurang satu dasa warsa itu sampai sekarang belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan produktifitas usaha masyarakat.
            Posyantek/Wartek adalah pedang bermata dua, artinya di satu sisi ia menjadi sesuatu yang layak dijual ketika ia mampu berperan sebagai payung atas berbagai layanan informasi, pasar dan kebutuhan teknologi bagi komunitas lokal bahkan trans dimensional. Ia harus pula berperan sebagai pusat konsultasi bisnis dan ragam konflik yang muncuk akibat kompetisi usaha, soalan bahan baku atau sekadar urusan tenaga kerja yang melengkungi di dalam pusaran usaha masyarakat. Pada saat lain, ia hanya sekadar papan nama, pelengkap penderita atau bahkan sebelah mata bagi sebagain pihak (baik birokrasi maupun swasta), karena track recordnya belum menyeruak di kancah usaha atau bisnis di lapangan.
            Oleh karenanya, paling tidak institusi ini harus bersigegas bergerak, mawas diri dengan pemikiran besar meskipun aksi masih lokal (big think, local act). Inilah yang sedang, dan akan digagas dan perlu pembahasan berikut apresiasi yang sama jika kita memiliki ekpektasi yang tinggi atas pengembangan institusi dan kemajuan masyarakat. Setidaknya, masyarakat melek teknologi dan membangun budaya teknologi di tengah hiruk pikuk ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus dan selalu merembes pada segenap lini kehidupan masyarakat.
            Disinilah perlunya dipikirkan kembali apa yang disebut capacity building Posyantek/Wartek. Bagaimana kita membimbing mereka pada aras peraihan sumber-sumber ekonomi baru melalui program-program teknologi tepat guna. Sesunggunya, jika institusi ini dikelola dengan baik, utamanya dari personal perangkat yang duduk di dalamnya memiliki jiwa enterpreunership. Jadi sekarang bukan zamannya lagi bernostalgia hanya menunggu uluran tangan dari jajaran birokrasi/pemerintah ketika kita hendak menghidupkan kembali Posyantekdes yang genial. Birokrasi penting, tapi bukan lantas semua harus dibawah jajaran birokrasi itu sendiri. Era otonomi, mendidihkan semangat, prakarsa dan otonomi masyarakat untuk bergerak dan melangkah. Apalagi ketika peran negara, seolah berkurang (anggaran terbatas), artinya negara tidak sepenuhnya memiliki kecukupan kemampuan dalam mengangkat kesejahteraan masyarakat, kenapa kita tidak mencoba sendiri, menghidupi dan membangun dengan kemampuan sendiri.
            Diakui atau tidak, kita selama ini seolah melupakan ibu kandung pemberdayaan teknologi tepat guna, yakni Posyantek/Wartek. Padahal kita masih banyak berhutang padanya, yakni membesarkan dan merawat sekaligus memberikan suntikan roh spirit pada aktor-aktor di dalamnya. Inilah raksasa yang masih tidur ketika orang lain sudah berjejal berjalan bahkan berlari dalam arus zaman yang tanpa sekat (borderless). 

PROBLEMA KELEMBAGAAN
Pertama, lemahnya konsolidasi internal institusi Posyantek/Wartek. Yakni, semakin kuat konsolidasi internal, maka semakin efektif kinerja perangkat institusi. Masing-masing personal belum terbiasa bekerja secara tim, ia lebih terbiasa dengan bekerja scara sporadic. Pola kerja serta mekanisme layanan menjadi tidak terkoordinasi baik. Belum adanya kesepahaman tentang visi misi institusi, sehingga di dalam institusi tersebut terdapat kaukus yang kerap apriori terhadap kebijakan institusi, kedua, lemahnya responsibilitas dan kompetensi personal, yaitu  tingkat responsibilitas dan kompetensi perangkat masih rendah, terutama mereka yang terkategori uzur.
Institusi ini sementara waktu masih berkesan menghormati tetua atau siapa penguasa di situ, tanpa menyandingkannya dengan urusan profesionalisme. Jadi lebih pada senioritas. Atau parahnya lagi, tugas dan fungsi personal di dalamnya belum sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Namun demikian, kita juga harus tidak mengabaikan pesan substansi yang dibawa, yakni merepresentasi dan akomodasi sosial untuk merawat keseimbangan sosial yang dapat menekan potensi konflik lokal. Penempatan personal (kadang) mengindikasikan, siapa dekat siapa suka, bukan siapa mampu.
Ketiga, masih kuatnya dominasi Bupati/Walikota dan parpol. Hidup matinya sebuah institusi juga dipengaruhi oleh kuat lemahnya political will dari pemerintahan dan Dewan yang berkuasa. Misalnya, Bupati/Walikota yang aprecied terhadap Posyantek/Wartek, maka institusi tersebut juga akan jalan, sebaliknya ketika mereka lebih getol membangun, menguatkan urusan warna politiknya, maka tak mustahil institusi teknologi tepat guna itu juga bakal kedododran, minimal dari sisi anggaran.
Jika Bupati/Walikota probisnis, paling tidak institusi ini bakal jalan atau baik, sebaliknya jika ia yang cuma duduk manis dan tak pernah mau membuka mata, lonceng kematian Posyantek/Wartek pun akan segera tiba. Keempat, tradisi administrasi modern masih minim. Budaya administrasi modern dan serba tertulis, terdata serta terarsip masih sangat minim. Sehingga segenap bentuk kesepakatan, perjanjian dan kontrak kerja ataupun segala yang menyangkut kebijakan harus didokumentasikan dalam berita acara. Hal ini untuk menghindari keributan yang tak diharapkan, dan kita memiliki acuan normatif yang tegak.
Kelima, kurangnya kemampuan mengelola keuangan institusi. Jajaran institusi ini ada indikasi (hanya) bergantung pada uluran tangan APBD atau pihak lain yang concern. Seperti terlihat banyaknya proposal dihampir semua instansi, kondisi ini barangkali lebih menunjukkan ketidakmampuan Kabupaten/Kota mensejahterakan masyarakat atau kususnya ketidakmampuan perangkat Posyantek/Wartek dalam upaya reinventing staff. Jadi lebih nampak, ada uang ada kerja. Atau ia pintar dalam rangka menghabiskan uang, tapi tidak cukup cerdas bagaimana menghasilkan uang.
Dan sisi lain, belum nampaknya program kerja yang jelas, belum memiliki skala konsentrasi penanganan yang bertahap dan berkelanjutan. Dan, terakhir terbatasnya jejaring pasar dan teknologi. sempitnya kerjasama, koneksi dan pelanggan atau pasar serta pusat-pusat riset dari personal Posyantek/Wartek. Jadi perlu membuka wawasan, membuka pikiran dan membuka kemauan serta membangun kemitraan yang profesional yang probisnis.

CAPACITY BUILDING
Capacity building adalah sebuah kerangka kerja untuk memperkuat kapasitas perangkat Posyantek/Wartek dalam mengelola institusi tersebut. Sebuah isu penting dalam pengembangan institusi ini adalah bagaimana kita memaknai kapasitas, apa yang hendak kita bangun dan kapasitas untuk melakukan apa? Kapasitas adalah kemampuan individu dan organisasi atau sistem untuk menyelenggarakan fungsi-fungsinya secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Wadah itu penting, tapi semangat dan aktor di tiap gerakan harus jalan.

Tabel kerangka capacity building Posyantek/Wartek

Personal
Organisasional
Institusional
§ kemampuan (pengetahuan, skill), jejaring, pelayanan, enterpreunership, orientasi market dan masyarakat, probisnis
§  struktur organisasi ramping
§  struktur pembagian kerja jelas

§  mekanisme pengambilan keputusan
§  sistem rekrutmen perangkat
§  standarisasi pengelolaan keuangan
§  prasarana memadai
§  kepemimpinan
§  rencana strategis
§ kemampuan menghasilkan kebijakan pengembangan institusi yang berorientasi pemberdayaan, berbasis kebutuhan dan partisipasi masyarakat serta berkelanjutan
§ kemampuan menghasilkan regulasi institusi yang legitimate dan marketable


AGENDA KE DEPAN
1.      Penguatan personal perangkat institusi, yakni
§  Training bagi perangkat
§  Pembuatan pola rekrutmen sesuai tugas dan fungsinya
§  Menciptakan mekanisme upgrading kemampuan parangkat sesuai zaman
§  Staffing/penempatan personal berdasarkan kompetensi
§  Menciptakan iklim kompetisi sehat antar personal
2.      Penguatan relasi internal, yakni
§  Perlengkapan struktur dan pengorganisasian institusi Posyantek/Wartek
§  Komunikasi antar perangkat untuk sinkronisasi
§  Kejelasan job description masing-masing perangkat
§  Kejelasan batas kewenangan
§  Koordinasi kontinyu dan berkelanjutan untuk sinergisitas program
§  Evaluasi sebagai feedback atas keberhasilan dan kekurangan
3.      Penguatan relasi eksternal, yakni
§  Pembentukan asosiasi Posyantek/Wartek jaringan antar institusi antar elemen lembaga tersebut sebagai wadah komunikasi dan kekuatan bagi institusi untuk mempengaruhi pihak lain
§  Pembentukan jaringan pemberdayaan, dalam arti jaringan multy stakeholders sebagai bentuk penguatan institusi terhadap pihak manapun
§  Menjalankan mekanisme subsidiarity. Pola ini memberikan keleluasaan pada institusi untuk mengelola dan menyelesaikan urusan secara mandiri. Intervensi birokrasi dipersempit
§  Menjadikan Kecamatan/Desa/Kelurahan sebagai intermediary atau penghubung kepentingan institusi, pengusaha, perajin dan atau inventor teknologi tepat guna serta masyarakat ke pihak luar. Kecamatan/Desa/Kelurahan bisa menjadi fasilitator kerjasama maupun penanganan konflik.

*Marjono

Selasa, 12 Oktober 2010

Banyaknya Rumah Menurut Kabupaten/Kota
dan Tipe Rumah di Jawa Tengah Tahun 2009
Number of House by Regency/City and House Type
in Jawa Tengah 2009

No.
Kabupaten/Kota
Regency/City
Tipe A
A Type
Tipe B
B Type
Tipe C
C Type
Jumlah
Total
1
2
3
4
5
1
Kota Semarang
42.912
38.107
26.599
107.618
2
Kab. Semarang
65.856
62.541
11.923
140.320
3
Kab. Kendal
48.070
65.018
76.868
189.956
4
Kab. Grobogan
35.630
115.050
233.289
383.969
5
Kab. Demak
81.845
88.623
12.452
182.920
6
Kota Salatiga
18.670
10.651
3.733
33.054
7
Kab. Pekalongan
63.431
64.054
46.202
173.687
8
Kota Pekalongan
27.026
21.998
4.209
53.233
9
Kota Tegal
29.358
23.869
1.388
54.615
10
Kab. Tegal
124.308
127.110
48.722
300.140
11
Kab. Pemalang
114.291
94.954
93.381
302.626
12
Kab. Brebes
108.146
137.234
116.080
361.460
13
Kab. Batang
51.182
62.337
63.909
177.428
14
Kab. Pati
187.296
232.084
188.513
607.893
15
Kab. Kudus
61.344
94.110
26.078
181.532
16
Kab. Rembang
55.802
39.337
97.453
192.592
17
Kab. Jepara
59.361
78.619
63.864
201.844
18
Kab. Blora
27.797
66.920
118.832
213.549
19
Kab. Boyolali
83.035
39.424
110.543
233.002
20
Kota Surakarta
27.832
69.534
6.612
103.978
21
Kab. Klaten
272.036
4.818
24.488
301.342
22
Kab. Karanganyar
85.706
83.900
41.339
210.945
23
Kab. Sukoharjo
89.312
63.530
39.171
192.013
24
Kab. Wonogiri
43.044
106.269
93.522
242.835
25
Kab. Sragen
71.681
106.254
104.914
282.849
26
Kab. Banyumas
79.215
187.114
110.708
377.037
27
Kab. Cilacap
141.840
138.047
133.712
413.599
28
Kab. Purbalingga
46.257
55.359
74.168
175.784
29
Kab. Banjarnegara
63.392
116.342
86.862
266.596
30
Kab. Wonosobo
72.347
55.580
32.597
160.524
31
Kab. Temanggung
54.672
70.033
50.916
175.621
32
Kota Magelang
12.719
8.180
2.038
22.937
33
Kab. Magelang
55.694
138.270
59.856
253.820
34
Kab. Purworejo
58.751
81.220
52.715
192.686
35
Kab. Kebumen
54.504
164.852
73.665
293.021
JUMLAH TOTAL 2009
2.514.362
2.911.342
2.331.321
7.757.025
2008
2.339.491
3.073.154
2.090.007
7.502.652
2007
2.317.263
2.883.329
2.126.574
7.327.166
2006
2.297.135
2.791.109
2.172.602
7.260.846

2005
2.131.049
2.857.692
2.232.471
7.221.212
Sumber data : Bapermades Prov. Jateng dari laporan Kab/Kota tahun 2010  **(Marjono)