Bapermades

Bapermades
Jl. Menteri Supeno 17 Semarang

Selasa, 20 Agustus 2013

DESA, PINTU STRATEGIS PILGUB



DESA, PINTU STRATEGIS DALAM PILGUB


Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Jawa Tengah (Pilgub-Cawagub Jateng) sudah di depan mata, saat ini tiga pasang cagub-cawagub berupaya merangkul sana-sini, baik di perkotaan maupun perdesaan. Yang disebut terakhir nampaknya menjadi wilayah startegis bagi upaya peraihan massa dalam pemenangan Pilgub-cawagub 2013-1018.
Desa nampaknya cukup menarik para pasangan cagub-cawagub di atas, karena isu kemiskinan di Jateng masih cukup besar, yakni Pada medio September 2012 sebesar 4,863 juta orang (14,98%), mengalami penurunan sebanyak 113,96 ribu orang jika dibandingkan penduduk miskin pada bulan Maret 2012 yang berjumlah 4,977 juta orang atau sebesar 15,34% (BPS Jateng, Januari 2013).
Angka kemiskinan perkotaan dan pedesaan masing-masing turun 54,6 ribu orang (0,38%) dan 59,3 ribu orang (0,35%). Melihat kondisi di atas, nampaknya potensi kemiskinan masih berada di pedesaan. Tentunya kondisi tersebut memerlukan campur tangan semua pihak untuk memberdayakan, memartabatkan dan memanusiakan kelompok-kelompok miskin dari segenap problemanya.
Potret akar rumput yang demikian merupakan bahan yang memiliki nilai tambah dalam konteks pilgub-cawagub dengan berbagai program dan kegiatan yang ditawarkan yang tentunya pro-desa dan pro-poor. Hal lain yang membuat desa semakin potensial dalam agenda perhelatan politik Jateng ini adalah adanya budaya gotong-royong. Melalui budaya ini siapa pun cagub-cawagub yang datang ke desa-desa dengan sikap yang santun, hormat dan ngu-wong-ke masyarakat desa, tidak akan sulit mereka akan patuh dan konsisten ketika diminta untuk meraih cita-citanya bersama pasangan-pasangan cagub-cawagub.
Masyarakat desa juga akan lebih gampang menetapkan pilhannya pada cagub-cawagub tertentu manakala mereka melihat rekam jejak dan keteladannya bagi kehidupan masyarakat itu sendiri. Keteladan yang diproyeksikan tentu yang benilai positip dan mampu mengubah nasibnya, baik secara moral dan gaya hidup di bawah. Hal ini berkait dengan keteguhan para cagub-cawagub dalam memperjuangkan kebijakan-kebijakannya yang memberikan perhatian serius kepada masyarakat desa. Dan, lagi dalam tataran ini lebih pada tingkat sensitifitas cagub-cawagub dalam konteks permasalahan kekurangberuntungan masyarakat desa, seperti yang terkena musibah, bencana atau kesulitan hidup lainnya.
Implementasi peran profetik (kenabian) juga akan menjadi salah satu dasar penetapan hatinya jika ia harus memilih salah satu pasangan calon. Sifat kenabian yang layak diperjuangkan pada sosok-sosok calon, seperti amanah (dapat dipercaya), fathanah (pandai), tablig (menyampaikan) dan sidiq (jujur-benar). Barangkali bagi cagub-cawagub tidak akan sulit meraih massa jika ia mampu menunjukkan sifat kenabian atau profetik di atas di jutaan mata calon pemilih Jateng. Memang, tak ada manusia yang sempurna, namun setidaknya lurus hati, seperti kisah dalam bahasa indonesia zaman sekolah dasar dulu, Amir si Lurus Hati.
Di masyarakat desa begitu mudahnya tersiar dan tersebar di telinga, jika berita atau kabar baik maupun sebaliknya. Oleh karena itu, kesempatan baik bagi pasangan cagub-cawagub untuk memulainya. Namun tidak bisa disetting sekarang, karena masyarakat akan lebih melihat proses ke belakang. Apakah ia memiliki cacatan putih atau sebaliknya, lebih pada rapor merah. Catatan merah yang sudah telanjur muncul dan menjadi asumsi publik, tidak dengan mudah dibalik menjadi sesuatu yang bersih, kudus atau bebas (netral) secara tiba-tiba atau instan, karena masyarakat desa lebih suka pada sesuatu yang alamiah, tidak dibuat-buat dan original. Jadi metode gethok tular (mouth to mouth) di pedesaan sangat kuat. Mereka akan menilai, pasangan cagub-cawagub, jika baik ya tetap baik, jika buruk ya tetap dinilai buruk (apik ya apik, elek ya elek). Lebih terbuka dan apa adanya.
Hal lain yang juga mungkin memudahkan pasangan cagub-cawagub adalah sikap egalitarian mereka. Misalnya, pasangan calon di atas berangkat dari elemen legislatif, maka masyarakat akan melihat seberapa produk yang dihasilkan yang memihak pada kepentingan rakyat atau masyarakat desa. Jika ia berbasis bussinesman, maka seberapa banyak investasi yang ditanamkan bagi kesejahteraan masyarakat desa, secara sederhana seberapa usaha atau bisnisnya mampu menyerap tenaga kerja di lingkungannya (lokalitas), dan pertimbangan lain yang cukup memberikan perubahan positif bagi perkara hajat hidup pedesaan. Atau ketika calon berlatar disiplin atau profesi sebagai lawyer, seberapa besar ia memberikan bantuan hukum atau advokasi kepada rakyat miskin yang tertimpa kasus atau musibah. Hal-hal seperti ini barangkali hanya soalan kecil tetapi sangat berarti bagi masyarakat desa.
Pintu strategis lainnya, bisa saja berkutat di persoalan infrastruktur wilayah pedesaan. Bagaimana perbaikan jalan yang rusak, jembatan yang putus, tanah yang rentan bencana, harga komoditas petani yang terus anjlog, wilayah yang langganan banjir, erupsi, wabah penyakit dan sebagainya.
Setumpuk pilihan bisa ditawarkan oleh pasangan cagub-cawagub, namun sekali lagi keputusan layak dipilih atau tidak lebih bergantung pada emosional masyarakat. Pilihan adalah soal hati. Desa adalah pintu merangkai sekaligus mengurai permasalahan menuju kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Jateng. *Marjono, Staf Bapermades Prov. Jateng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar