ARG, MEMANGNYA PENTING?
Banyak yang berasumsi gender sama dengan perempuan. Lantas anggaran responsive gender (ARG) apakah identik dengan alokasi angaran bagi perempuan saja? Selama ini setiap tahun setiap penganggaran program-kegiatan belum sepenuhnya bahkan tidak sama sekali menuangkan output dan outcome bagi kelompok sasaran laki-laki maupun perempuan.
Alasan yang mengemuka adalah anggaran tersebut target groupnya otomatis tak ada pembeda baik ia laki-laki dan perempuan. Cukupkah demikian? Ternyata tidak. Secara umum, ARG dapat dirumuskan proses pengangaran yang melibatkan laki-laki dan perempuan secara bersama dengan kesempatan yang sejalan untuk berkontribusi konkret dalam setiap tahapan pembangunan. Tak ada dikotomi, keduanya memiliki hak dan kewajiban yang seimbang.
Convention on Elimination of all Forms of Discriminations Againts Women (CEDAW) telah mewajibkan negara untuk membuat berbagai kebijakan yang menghapuskan ketimpangan gender dalam tiap lini. Di Indonesia ada UU 7/1984, Inpres 9/2000 dan Permendagri 15/2008 meskipun tidak dimaksudkan untuk mengintrodusir gender budgeting, tapi cukup bukti di dalam memberi ruang dukungan bagi pengalokasian ARG bagi pemberdayaan dan apresiasi perempuan di negeri Kartini ini. Secara sederhana, ARG dapat didefinisikan sebagai jalan lain mewujudkan kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan.
Semangat ARG adalah semangat perubahan, ia bukanlah tujuan tapi hanya sebagai alat analisis yang digunakan untuk memicu dan mendorong terwujudnya anggaan yang memihak baik pada laiki-laki maupun perempuan. Pemahaman ARG secara komprehensif akan menuntuk kita ke jalan kupu-kupu sebagai salah satu strategi pemecahan masalah kemiskinan.
Untuk itu, sebuah program seharusnya tidak ansich laki-laki atau ansich perempuan. Bangunan dasar ARG yang partisipatory, transparansi, akuntability, efektif dan efisiensi serta good governance sangat menjunjung tinggi inovasi ini dibangun untuk mematahkan kesenjangan kerajaan laki-laki dan perempuan.
ARG terdiri dari berbagai aspek dan aspek yang paling penting dan dalam adalah fairness, keadilan bagi laki-laki atau perempuan. Sesuatu yang dipercayai sebagai suatu kebenaran. Namun untuk menangkap nuansa ARG, kita dapat melihat indikator-indikator yang kasat mata. Misalnya pada output dan outcome nya jelas, terukur dan sebaiknya kuantitatif. Bila Mencermati RKA-DPA program tertentu kita akan langsung mengetahuinya, ia sudah ARG atau tidak. Hal ini jauh berbeda dengan perencanaan program yang tanpa mempertimbangkan ARG.
United Nation Devlopment Fund For Women (UNIFEM) menyebutkan, anggaran responsive gender berindikasikan, seperti bukan anggaran yang memisahkan antara laki-laki atau perempuan, focus lebih pada equality gender dan mainstreams gender dalam semua aspek penganggaran, menaiknya partisipasi aktif stakeholders perempuan, monitoring dan evaluasi belanja serta penerimaan pemerintah dilakukan dengan responsive gender, mekarnya efektifitas penggunaan potensii guna meraih kesetaraan gender dan pengembangan sumberdaya manusia, menekankan skala prioritas ketimbang keseluruhan belanja pemerintah dan terakhir reorientasi dari berbagai program dalam sektor daripada menambah angka pada sektor sektor khusus.
Indikator lain ARG yang dapat segera ditangkap diluar output dan outcome tentu dapat dilihat pada aspek impact. Apakah program itu mampu mengidentifkasi dampak dan menunjukkan pemenuhan soal kebutuhan spesifik semakin konkret.
Pada tingkat implementasi, penganggaran dan program berbasis ARG masih dijumpai beberapa hal yang melemahkan, yakni belum adanya kesepahaman legislatif, eksekutif dalam menyikapi ARG. Ini sesunguhnya lebih memicu kelompok kerja (pokja) pengarus utamaan gender baik di pusat hingga daerah. Surat Keputusan saja tidak cukup untuk meng-goal-kan cita cita tinggi ARG. Untuk itu perlu meningkatkan kemampuan setiap pengelola program di setiap sektor dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran yang berbasis analisis gender dan memperlihatkan masalah serta kebutuhan laki-laki dan perempuan.
Hal lain yang cukup menguras energi sesungguhnya pada penyusunan data pilah. Hampir semua sektor tidak memiliki data pilah yang akurat. Bekerja hanya berkesan asal proyek jalan, tanpa didukung data, informasi yang handal. Bukan sekadar kira-kira, sekitar, kurang lebih, tapi harus mampu menyebut angka secara gamblang sehingga dapat terukur, sehingga kinerja utama dari sebuah fungsi ARG berdasarkan kerangka kerja SMART-C: Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, Time bound dan Controllable.
Hal lainnya lagi adalah masih dirasakannya kesulitan dalam merumuskan isu strategis dan kemampuan melakukan analisis gender dalam penyusunan program ARG. Dan, kita masih kesulitan ketika merumuskan output, outcome-nya secara kualitatif. Yang disebut terakhir nampaknya masih perlu dilakukan pembahasan dan penajaman.
Permasalahannya kemudian adalah menentukan apa ukuran keberhasilan yang benar benar merupakan out put dari fungsi tersebut yang mendukung (in line) dengan tujuan besar ARG. Bila penentuan ARG ini hanya sekedar pengukuran kegiatan rutin, bukan hasil yang secara akumulatif mendorong keberhasilan program ber-ARG, maka program ini akan tetap dirasakan kurang adil.
KONSISTENSI
Perubahan walaupun bertujuan baik akan mendapat hambatan bila tidak tersosialisasikan secara gamblang dan dijalankan secara konsisten. Namun juga perlu disadari bahwa perubahan tidak dapat dilakukan seperti Bandung Bondowoso, memerlukan keterlibatan semua pihak dan kesabaran menjalani proses yang memakan waktu cukup lama.
Sosialisasi dan konsisten dalam berupaya membangun dan menjalankan sistem ARG ini wajib terus digerakkan. Energi positif terbesar adalah dengan ikut terlibat dalam memberi masukan, mendukung dan mengawasi pelaksaannya. Kekurangan yang kita temukan kita sampaikan sebagai feed back, dengan data dan analisa yang akurat.
Tidak sependapat tidak dilarang, lakukanlah dengan usulan perbaikan dan penyempurnaan, bukan sikap apriori dan perlawanan. Yang penting dari semua itu adalah bagaimana kita harus menunjukan kinerja terbaik, salah satunya melalui perencanaan ARG.
Lebih dalam dari indikator-indikator yang kasat mata, memang keadilan yang menjadi bagian terdalam dari ARG - bukan gender. Legislatif dan eksekutif sangat bertanggungjawab untuk menciptakan ARG yang sesuai dengan kebutuhan yang adil bagi perempuan dan laki-laki.
Nilai atau indikator yang dipandang sangat penting perlu ditanamkan dalam bentuk memberikan contoh-contoh. Misalnya, dalam Forum-forum SKPD, Musrenbang hingga penyusunan RKA-DPA SKPD, misalnya untuk kegiatan penyediaan air bersih, teknologi tepat guna, lingkungan, daln sebagainya, maupun di perusahaan dan lembaga lain. Melalui salah satu fungsinya, misalnya dewan bisa saja tidak memberikan persetujuan terhadap penganggaran sektor tertentu yang diajukan tanpa berbasis ARG. Hal ini juga menunjukkan komitmen pada keyakinannya agar laki-laki dan perempuan tak ada ordinat atau subordinat dalam pembangunan.
Akhirnya, ARG bisa juga dikatakan sebagai jalan pemanusiaan dan pendidikan. Harga ARG adalah harga kemanusiaan, keadilan. Melalui ARG kita belajar menghargai peran dan kapasitas laki-laki dan perempuan menuju kebebasan untuk (freedom for), bukan kebebasan dari (freedom of) *Marjono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar