Bapermades

Bapermades
Jl. Menteri Supeno 17 Semarang

Kamis, 07 Oktober 2010

PNS  DAN  FENOMENA  KUDA JINOR



PNS masih menjadi magnitude bagi pencari kerja di negeri ini. Dalam imajiner mereka, PNS sekarang pada posisi enak dan aman. Enaknya, ada gaji tetap bulanan, diberikan pensiun, tunjangan, cuti, fasilitas kendaraan dan aman, karena tanpa susah payah setiap empat tahun sekali pangkat dan golongan pasti naik, meski setiap PNS memiliki kemampuan dan prestasi yang berbeda. Di samping itu, bebas dari sergapan PHK, asal ia tak ada catatan merah pasti tak bakal dipecat.
Tahun 2010 para PNS berlimpah kebahagiaan seiring dikucurkannya kenaikan 5% dan gaji ke 13 diterimakan Juni nanti serta rencana kenaikan gaji sekitar 10% tahun depan, tambahan tunjangan struktural dan terakhir munculnya tunjangan fungsional umum bagi staf, yang nilainya sudah mencapai tus...tus ribu. Adanya tunjangan yang disebut terakhir di atas, setidaknya memperbaiki kesejahteraan PNS atau ekstremnya, memperpendek paritas gaji antara pegawai atas dan bawah.
Tetapi, kita masih prihatin dengan apa yang terjadi dalam sebuah diskusi manajemen sumberdaya manusia peneliti di Balitbang Provinsi Jawa Tengah, pada medio Juni tahun lalu. Saya terimpresi dengan ungkapan blak-blakan dari peneliti senior dari LIPI,  Bashori Imron. Dia membeberkan beberapa tipikal PNS dewasa ini, yakni kuda balap tipe A, kuda balap tipe B, dan kuda nil serta kuda jinor.
Kuda balap tipe A, tipikal PNS ini terus aktif, dan terus bergerak, ada tidak ada proyek, sehingga dibutuhkan dimana-mana. Kemudian tipe kedua, yaitu Kuda balap tipe B, di sini PNS (hanya) aktif jika ada proyek.
Tipe selanjutnya adalah kuda Nil, ia berendam terus, lalu mulutnya terbuka terus membicarakan proyek orang lain, dan jika dilemparkan 1 biji pisang ke mulutnya, tetap terbuka kemudian dilempar 1 sisir pisang masi terbuka. Setelah dilempar satu tandan pisang baru mulutnya tertutup kemudian diam berendam lagi.
Dan, terparah mereka yang terangkum dalam tipe kuda jinor. Pada tanggal siji (satu) nongol mengambil gaji dan atau pada waktu mengambil honor. Setelah itu menghilang. Atau aktif dikantor pada saat tanggal satu gajian dan pembayaran honor. Disebut tipe kuda jinor. Sayangnya tidak banyak PNS yang menyadari dirinya masih berada dalam ringkikan kuda jinor tersebut.
PARITAS
Jika demikian, masih berlakukah apa yang diungkapkan Parakitri di Harian Kompas beberapa tahun lalu, bahwa perbedaan gaji PNS kecil, menengah, dan atas hanya dapat dilihat dari lagu yang mereka nyanyikan, sehingga mana gaji PNS profesional dan yang tidak profesional tidaklah jelas, hanya dapat dilihat dari lagu yang mereka nyanyikan.
Pegawai rendah menyanyikan Bintang Kecil: bintang kecil/di langit yang biru/…/aku ingin terbang dan menari/jauh tinggi di tempat kau berada. Pegawai menengah menyanyikan Maju Tak Gentar: maju tak gentar/membela yang benar. Pegawai atas/tinggi mendendangkan Kemesraan Ini: kemesraan ini/janganlah cepat berlalu.
Sudah saatnya PNS tak cuma berburu uang, ataupun hidden income, tetapi sejauhmana berintrospeksi diri, apakah selama ini kita sudah menunjukkan kinerja seperti yang diharapkan.
Kinerja karyawan merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu (Robbins, 2001).
Menurut Schuller & Jackson (1996) disebutkan ada enam indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja karyawan secara individu.
Pertama adalah kualitas. Tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.
Kedua, kuantitas atau jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah sejumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan, dan ketiga, ketepatan waktu (on time), yakni tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
       Keempat, kehadiran. Mengacu pada ketaatan pada jadual kerja sebagaimana ditugaskan kepada karyawan sebagai bentuk peningkatan motivasi kerja serta ke depan adalah kinerja sumber daya, dan kelima, tanggungjawab, yaitu tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa minta bantuan, bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas guna menghindari hasil yang merugikan. Hal ini mengacu pada penyelesaian tugas dan proyek. Dan, terakhir kerjasama dengan yang lain. Di sini merunut pada kerja sama dan komunikasi dengan penyelia ( atasan) dan rekan kerja.
       Pertanyaannya kemudian, sudahkah kita naik kelas pada indikator-indokator di atas, ataukah kita belum beranjak pada range PNS kuda balap tipe A. Atau kita cukup bangga dengan senioritas, bahkan puas dengan lembaran piagam pengabdian PNS 20 atau 25 tahun belaka?
       Manajemen tentu berkepentingan terhadap bagaimana menggerakkan orang-orang yang tidak sekadar berpikir, tetapi berinisiatif, bergerak, memulai, dan seterusnya. Ia harus bisa menyentuh manusia, yaitu manusia yang aktif, berinisiatif dan berani maju.
Kalau tidak, meminjam introdusir seorang penyair kenamaan China  pada abad 4-5 Sebelum Masehi, T’ao Yuan Ming yang masih sangat relevan dengan kondisi terkini, utamanya dalam kerangka penaikan kinerja dan profesionalisme PNS.  “Mengapa mesti jadi pejabat, Kubungkukkan punggungku hanya untuk tiga pikul beras, Mengapa aku tidak kembali pulang, untuk membajak ladang…” itulah jamu sekaligus kopi pahit, kritik pada dunia penyadaran dan pemikiran kita untuk tetap berkeringat, bersenyum, (tanpa) berairmata, sebagaimana didenyutkan Sindunata, sang Begawan Basis. *Marjono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar